Powered By Blogger

Selasa, 24 April 2012


Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)

CBIB, sanggupkah merubah budaya?
Sebenarnya, apa yang diminta oleh negara-negara pengimpor produk perikanan adalah sesuatu yang sepele. Yaitu mereka hanya ingin yakin bahwa produk yang mereka impor (makan) adalah produk yang higienis, sehat dan bebas dari segala macam penyakit dan zat berbahaya. Cuma itu doang koq. Sesuatu yang enteng dan rasional kan?!

Namun, konsekuensinya bagi negara kita cukup merepotkan semua orang, sehingga hampir semua lapisan harus turun tangan. Mulai dari penyusunan peraturan di tingkat menteri sampai implementasi di lapangan. Karena bagi kita, ternyata hal itu bukan persoalan mudah, tapi sebuah perosalan besar yang menyangkut perubahan budaya bangsa. Ya, perubahan karakter budaya bangsa untuk melakukan kegiatan budidaya perikananan dengan baik yang meliputi perubahan budaya higienis, budaya prosedural dan budaya tulis menulis laporan (pendokumentasian).

Dari ketiga hal itulah, yaitu budaya higienis, budaya prosedural dan budaya tulis menulis laporan, bukanlah sesuatu yang menjadi kebiasaan umumnya masyarakat kita, khususnya para pembudidaya ikan. Sebut saja sampah, kebersihan toilet, baju yang bersih, selalu bekerja dengan sepatu bot dan sarung tangan, bahkan kambing yang masuk areal budidaya adalah bagian yang masuk penilaian CBIB. Belum lagi prosedur pemberian pakan, panen, pengangkutan ke atas kendaraan, dll semua akan dinilai. Terakhir, kebiasaan mencatat, seperti kapan beli pakan, apa merek dan jenisnya, berapa jumlahnya, jam berapa, siapa petugasnya, juga akan dinilai. 
Akhirnya, CBIB bukan lagi merupakan hal yang ringan bagi kita, tapi menjadi sesuatu yang agung dan menghebohkan, karena hal itu semua berkaitan dengan perubahan mental budaya kita. Ini merupakan tantangan bagi semua lapisan masyarakat perikanan, baik di pusat dan daerah, pengusaha besar dan kecil, peneliti dan praktisi, kalau memang kita masih menghendaki produk perikanan kita tetap diterima oleh negara-negara maju.

Apa itu CBIB?
Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) adalah terjemahan dari Good Aquaculture Practices (GAP). Peng-Indonesian-an istilah ini dimaksudkan agar para pembudidaya ikan lebih mudah mengingat dan menyebutnya.
GAP merupakan prasyarat yang diminta oleh negara-negara pengimpor ikan seperti Uni Eropa, Amerika, Australia dan Jepang. Pada awalnya mereka hanya meminta produk perikanan kita memenuhi standar higienitas dan kesehatan saja. Sehingga para eksportir cukup melakukan uji sampel, yaitu uji kadar antibiotik, kandungan zat-zat kimia tertentu, virus dan penyakit. Apabila dinyatakan bersih, maka produk tersebut siap diekspor.
Namun prasyarat itu sekarang lebih diperketat. Mereka tidak hanya memprasyaratkan uji sampel, namun mereka meminta agar produk itu diproduksi melalui serangkaian proses yang higienis, sehat, dan mengikuti prosedur baku yang ditetapkan, serta semua proses itu harus terdokumentasi dengan baik dalam sebuah logbook. Sejak itulah maka istilah GAP atau CBIB mulai berkembang.
Pada prinsipnya, sertifikat CBIB adalah untuk menilai sebuah unit usaha apakah mengikuti proses budidaya ikan yang baik atau tidak. Proses budidaya itu dinilai secara komprehensif mulai dari penyiapan lahan sampai pengepakan. Dan pada setiap prosesnya mengikuti Standar Prosedur Operasional (SPO) dengan mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Berikut adalah hal-hal yang dinilai untuk mendapatkan sebuah sertifikat CBIB:
1. Penggunaan es dan air
2. Suplai air
3. Pemanenan
3. Tata letak dan disain
4. Penanganan hasil panen
5. Kebersihan fasilitas dan perlengkapan
6. Pengangkutan
7. Persiapan wadah untuk penebaran
8. Pembuangan limbah
9. Pengelolaan air
10. Pendokumentasian dan pencatatan
11. Benih
12. Tindakan perbaikan
13. Pakan
14. Pelatihan
15. Obat ikan, bahan kimia berbahaya
16. Kebersihan personil
17.Ekspor di Masa Depan

Di masa yang akan datang, teorinya, produk-produk perikanan tidak akan dengan mudah begitu saja diekspor ke luar negeri. Minimal setiap produk perikanan harus dapat menunjukkan 3 (tiga) buah sertifikat, yaitu:

1. Sertifikat CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik)
2. Sertifikat CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik)
3. Sertifikat Kesehatan (Health Certificate)

Artinya, dengan mengantongi ketiga sertifikat itu, berarti produk yang akan diekspor benar-benar dihasilkan dari benih-benih yang diproduksi oleh panti pembenihan yang bersertifikat CPIB, kemudian benih itu telah dibesarkan oleh sebuah perusahaan atau unit usaha yang memenuhi standar baku budidaya yang dibuktikan dengan sertifikat CBIB, serta produk tersebut telah diuji dan dinyatakan bebas dari penyakit, virus berbahaya atau zat-zat kimia yang terlarang yang dibuktikan dengan health certificate.
Inilah yang mereka namakan food security (keamanan pangan) dimana pengawasan terhadap makanan betul-betul dilakukan secara berlapis. Bahkan nanti, lebih ekstrim lagi semua barang atau bahan yang digunakan selama proses produksi pun harus berkualitas baik dan bersertifikasi. Misalnya air tawar atau es yang digunakan selama proses produksi juga harus didatangkan dari pabrik atau perusahaan yang bersertifikat.
Namun semua itu masih sekedar wacana, kok... Pada praktiknya belum seseram itu, karena sampai saat ini sertifikat CBIB yang telah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) pun baru sekitar 148 buah saja di seluruh Indonesia. Itu pun semuanya baru sebatas unit usaha pembesaran udang, dan baru 1 sertifikat untuk budidaya lobster.Sertifikasi CBIB ini memang sedang digenjot oleh DJPB, setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor: Per.02/Men/2007 tentang Persyaratan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).

Pembudidaya ikan yang telah mengantongi sertifikat CBIB berarti telah memberikan jaminan keamanan pangan (food security) terhadap konsumen untuk mewujudkan sebuah generasi dunia yang higienis dan sehat.

Selasa, 11 Oktober 2011

IPKANI

KEPUTUSAN
KONGRES I IKATAN PENYULUH PERIKANAN INDONESIA (IPKANI)
No.3/ KGR/IPKANI/XII/2008
t e n t a n g
PENETAPAN ANGGARAN DASAR
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
KONGRES I IKATAN PENYULUH PERIKANAN INDONESIA
Menimbang
:
a.
bahwa untuk mengembangkan mekanisme organisasi penyuluh perikanan di pandang perlu adanya penetapan Anggaran Dasar.


b.
bahwa Sidang Pleno dalam Kongres sebagai pemegang kekuasaan tertinggi organisasi berwenang untuk memutuskan/menetapkan Anggaran Dasar.


c.
bahwa untuk itu perlu diterbitkan keputusan Kongres I IPKANI tentang Penetapan Anggaran Dasar.
Mengingat
:
1.
Undang-undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.


2.
Undang-undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.


3.
Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K).


4.
Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.


5.
Kepmen KP No. 44 Tahun 2002 tentang Sistem Penyelenggaraan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan.


6.
PermenPAN No.PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan dan Angka Kreditnya.


7.
Keputusan Kongres I IPKANI No. 1/KGR/ IPKANI/XII/2008 tentang Peraturan Tata Tertib Kongres I IPKANI.
Memperhatikan
:
1.
Kebijakan Pembangunan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.


2.
Saran dan Pendapat peserta yang dikemukakan dalam Kongres I IPKANI.
M E M U T U S K A N :
Menetapkan
:
Keputusan Kongres I IPKANI tentang Anggaran Dasar.
Pertama
:
Penetapan Anggaran Dasar IPKANI sebagaimana tercantum dalam lampiran ini merupakan bagian tak terpisahkan dari keputusan ini.
Kedua
:
Menugasi Pengurus Pusat IPKANI untuk melaksanakan Anggaran Dasar dengan sebaik-baiknya.
Ketiga
:
Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 4 Desember 2008
KONGRES I
IKATAN PENYULUH PERIKANAN INDONESIA
Pimpinan
Ketua Umum, Sekretaris Jenderal,
Ir. Sumardi Suriatna, M.Ed Ir. Dodo Sudarsono
Lampiran : Keputusan Kongres I IKATAN PENYULUH PERIKANAN INDONESIA
Nomor : 3 /KGR/ IPKANI/XII/2008
ANGGARAN DASAR IKATAN PENYULUH PERIKANAN INDONESIA
( INDONESIAN FISHERIES EXTENSION WORKER ORGANIZATION )
PEMBUKAAN
Bahwa sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia adalah Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa yang harus disyukuri dan dikelola serta dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Oleh sebab itu para penyuluh perikanan Indonesia harus menjadi pelopor pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan tersebut secara bertanggung jawab.
Bahwa pengembangan kapasitas penyuluh perikanan Indonesia masih terkendala oleh berbagai hal, sehingga perlu digalang persatuan dan kesatuan untuk mengatasinya.
Berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, didorong oleh rasa solidaritas dan keinginan untuk lebih berperan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan, maka para penyuluh perikanan Indonesia sepakat membentuk dan menyatukan diri dalam satu wadah organisasi profesi, dengan Anggaran Dasar sebagai berikut:
BAB I
NAMA, TEMPAT DAN WAKTU
Pasal 1
Nama, Tempat dan Waktu
(1). Organisasi ini bernama Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia yang disingkat dengan IPKANI
Dalam bahasa Inggis adalah Indonesian Fisheries Extension Worker Organization
(2). IPKANI didirikan di Jakarta, pada tanggal 4 Desember 2008 untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
(3). IPKANI berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
BAB II
ASAS
Pasal 2
Asas
IPKANI berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
BAB III
LAMBANG, MOTTO DAN TUJUAN
Pasal 3
Lambang
Makna Lambang IPKANI
(1). Gambar penyuluh dengan topi khas nelayan yang melambangkan penyuluh PNS, swadaya dan swakarsa.
(2). Gambar ikan dan udang merefleksikan bidang perikanan.
(3). Gambar tengah berbentuk kali melambangkan tiga makna :
a. Kali sebagai ikatan jiwa dan karsa penyuluh.
b. Bentuk pelepah merefleksikan layar perahu nelayan.
c. Bagian atas melambangkan buku yang sedang dibaca oleh penyuluh sebagai sumber ilmu.
(4). Warna biru bergelombang melambangkan air.
(5). Tulisan warna merah Ikatan Penyuluh Perikanan Indonesia dengan dasar warna putih melambangkan kebangsaan Indonesia.
Pasal 4
Motto
Pasal 5
Tujuan
(1). Meningkatkan kesejahteraan dan membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi anggota dalam melaksanakan tugasnya.
(2). Meningkatkan kemampuan Penyuluh Perikanan yang mandiri, profesional, dinamis, kreatif dan inovatif.
(3). Mengembangkan terwujudnya hubungan kemitraan yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.
BAB IV
KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 6
Keanggotaan
(1). Semua penyuluh perikanan menjadi anggota biasa.
(2). Selain anggota biasa, terdapat anggota khusus dan anggota kehormatan
(3). Syarat menjadi anggota dan berakhirnya keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga (ART).
Pasal 7
Hak dan Kewajiban Anggota
(1). Anggota Biasa
a. Mempunyai hak dibela dan dilindungi didepan hukum yang terkait dengan profesinya.
b. Hak memilih dan hak dipilih.
c. Wajib menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi.
d. Wajib mematuhi Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.
(2). Anggota Khusus
a. Hak dipilih tetapi tidak mempunyai hak memilih.
b. Wajib menjunjung tinggi nama baik dan kehormatan organisasi.
(3). Anggota Kehormatan
a. Mempunyai hak memberi nasehat, saran, dan pendapat.
b. Tidak mempunyai hak memilih dan/atau dipilih.
BAB V
ORGANISASI
Pasal 8
Bentuk Organisasi
IPKANI adalah organisasi profesi yang bersifat independen.
Pasal 9
Struktur Organisasi
(1). Struktur organisasi terdiri dari Tingkat Pusat, Tingkat Daerah, Tingkat Cabang, dan jika diperlukan dapat dibentuk Tingkat Ranting.
(2). Tingkat Pusat meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia dan berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
(3). Tingkat Daerah meliputi wilayah propinsi dan berkedudukan di Ibukota Propinsi atau salah satu ibukota kabupaten/kota.
(4). Tingkat Cabang meliputi wilayah kabupaten/kota dan berkedudukan di ibukota kabupaten/kota.
(5). Tingkat Ranting terdapat di wilayah kecamatan.
BAB VI
KEPENGURUSAN
Pasal 10
Kepengurusan dan Pimpinan
(1). Kepengurusan terdiri dari pengurus pusat, pengurus daerah, pengurus cabang, dan pengurus ranting.
(2). Pengurus pusat dipimpin oleh Dewan Pimpinan Pusat.
(3). Pengurus daerah dipimpin oleh Dewan Pimpinan Daerah.
(4). Pengurus cabang dipimpin oleh Dewan Pimpinan Cabang.
(5). Pengurus ranting dipimpin oleh Pengurus Ranting.
BAB VII
PERMUSYAWARATAN
Pasal 11
(1). Permusyawaratan meliputi, kongres, musyawarah daerah, musyawarah cabang, musyawarah ranting, kongres luar biasa, rapat kerja nasional/daerah/cabang dan rapat-rapat pengurus.
(2). Kongres diadakan satu kali dalam empat tahun untuk menentukan kepengurusan pusat, merubah dan atau menetapkan AD/ART serta program kerja empat tahun.
(3). Musyawarah nasional luar biasa diadakan atas alasan mendesak dengan syarat-syarat tertentu.
(4). Musyawarah daerah diadakan satu kali dalam empat tahun untuk menentukan kepengurusan daerah dan program kerja daerah.
(5). Musyawarah cabang diadakan satu kali dalam empat tahun untuk menentukan kepengurusan cabang dan program kerja cabang.
(6). Rapat kerja nasional, rapat kerja daerah, rapat kerja cabang, dan rapat kerja ranting diadakan minimal sekali dalam satu tahun.
(7). Rapat-rapat pengurus diadakan sesuai kebutuhan/atas undangan.
BAB VIII
KEUANGAN DAN KEKAYAAN
Pasal 12
Keuangan
Sumber-sumber Keuangan Organisasi terdiri dari.
a. Uang pangkal/pokok.
b. Iuran wajib anggota.
c. Sumbangan anggota atau sumbangan lain yang tidak mengikat dan tidak melanggar hukum
d. Usaha-usaha lain yang sah.
Pasal 13
Kekayaan
Kekayaan IPKANI hanya dapat dialihkan ke pihak lain oleh pengurus pusat yang harus mempertanggungjawabkannya kepada Kongres atau Kongres Luar Biasa.
BAB IX
PENETAPAN DAN PERUBAHAN
Pasal 14
(1). Penetapan dan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga hanya dapat dilakukan melalui Kongres, dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah cabang sah yang hadir.
(2). Kongres dianggap sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ ditambah satu dari jumlah cabang yang sah.
(3). Keanggotaan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain.
BAB X
DEWAN ETIKA
Pasal 15
Jumlah anggota Dewan Etika sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Pasal 16
Anggota Dewan Etika diangkat dan diberhentikan oleh Ketua umum IPKANI atas dasar keputusan rapat Pengurus Pusat IPKANI
BAB XI
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 17
Perubahan Anggaran Dasar
Perubahan Anggaran Dasar dapat dilakukan melalui Kongres bila disetujui oleh mayoritas utusan Pengurus Daerah yang hadir dalam Kongres.
Pasal 18
Pembubaran
Pembubaran IPKANI hanya bisa dilakukan oleh Kongres atau Kongres luar biasa yang khusus dilakukan untuk itu dan dihadiri sekurang-kurangnya ¾ pengurus daerah serta disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari pengurus daerah yag hadir.
BAB XI
ATURAN PERALIHAN
Pasal 19
Untuk pertama kali Pengurus Pusat IPKANI dapat menetapkan dan mengesahkan Pengurus Daerah
Pasal 20
Untuk pertama kali sebelum terbentuk Pengurus Daerah Provinsi pengukuhan Pengurus Cabang dilakukan oleh Pengurus Harian Pusat IPKANI
BAB XII
ATURAN TAMBAHAN DAN PENUTUP
Pasal 21
(1). Hal-hal yang belum ditetapkan atau dirinci dalam Anggaran Dasar ini, diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
(2). Anggaran Dasar ini disusun dan disahkan pertama kali oleh anggota pembentuk IPKANI pada tanggal 4 Desember 2008 di Jakarta dan disempurnakan oleh Pengurus Pusat atas dasar mandat yang diberikan oleh Kongres. Peserta Kongres I adalah sebagai berikut :

Lambang IPKANI